Skip ke Konten

Arihna Biha

Di tengah hiruk-pikuk kehidupan, manusia mencari ketenangan dalam banyak hal—hiburan, tidur, atau sekadar melamun. Tapi Rasulullah menunjukkan jalan : shalat. Bukan beban, bukan sekadar kewajiban, melainkan istirahat sejati bagi jiwa yang lelah.
3 Maret 2025 oleh
Arihna Biha
Admin
| Belum ada komentar

Rasulullah punya cara sendiri untuk beristirahat. Bukan tidur, bukan duduk santai, bukan sekadar menghela napas panjang. Beliau justru berkata kepada Bilal:

"Arihna biha, ya Bilal."

Tenangkanlah kami dengannya, wahai Bilal.

Shalat.

Sesuatu yang bagi sebagian besar orang justru terasa sebagai tugas, sebagai kewajiban. Lima kali sehari. Harus dikerjakan. Kalau tidak, dosa.

Tapi bagi Rasulullah, shalat adalah istirahat.

Kita? Sebaliknya. Setelah sibuk bekerja, setelah lelah seharian, kita malah ingin cepat-cepat menyelesaikannya. Supaya bisa lanjut tidur. Supaya bisa lanjut berselancar di ponsel. Supaya bisa lanjut urusan lain.

Padahal, kalau dipikir-pikir, kita yang lebih butuh shalat. Kita yang lebih sering pusing. Kita yang lebih banyak dihantam masalah. Kita yang sering kehilangan arah.

Tapi justru kita yang merasa shalat adalah beban.

Rasulullah tidak pernah menganggap shalat sebagai sesuatu yang memberatkan. Sebaliknya, itu adalah saatnya beliau bernapas. Saatnya beliau berhenti sejenak dari hiruk-pikuk dunia.

Kita sering mengeluh lelah. Kita ingin istirahat. Kita ingin menenangkan diri.

Tapi kita mencarinya di tempat yang salah.

Kopi mahal? Hiburan? Liburan ke luar kota? Tidak ada yang salah dengan semua itu. Tapi, itu semua hanya istirahat fisik. Sementara, yang sering kali lelah justru jiwa kita.

Rasulullah tahu itu. Makanya beliau shalat. Makanya beliau berlama-lama dalam sujud. Makanya beliau menganggap shalat sebagai tempatnya beristirahat.

Kita bisa saja pergi ke spa terbaik, tidur di kasur paling empuk, atau mendengarkan musik paling menenangkan. Tapi jiwa? Tetap saja gelisah.

Shalat bukan sekadar menunaikan kewajiban. Shalat adalah cara kita kembali pulang.

Mungkin kita sudah terlalu sering shalat tanpa benar-benar shalat. Bacaan hanya di mulut, pikiran ke mana-mana. Gerakan mekanis. Ingin cepat selesai.

Mengapa kita tidak merasakan khusyu' dalam istirahat jiwa ini?  Bisa jadi: kita tidak benar-benar hadir dalam shalat.

Padahal, kalau kita mau benar-benar merasakan setiap gerakannya, kita akan menemukan sesuatu yang lain.

Takbir pertama: kita menyerahkan semuanya kepada Allah.

Ruku': kita merendahkan diri.

Sujud: kita berada di titik terendah, justru saat itu kita paling dekat dengan-Nya.

Tahiyat: kita berbicara dengan-Nya, meminta ampun, meminta petunjuk.

Lalu, salam. Kembali ke dunia. Tapi dengan hati yang lebih tenang.

Itu yang kita butuhkan. Itu yang sering kali kita lupakan. Shalat bukan sekadar rutinitas. Shalat adalah istirahat yang sesungguhnya.

Bukan sekadar melepaskan lelah. Tapi juga menenangkan hati.

"Arihna biha, ya Bilal."

Parepare, 3 Maret 2025

mh

Arihna Biha
Admin 3 Maret 2025
Share post ini
Arsip
Masuk untuk meninggalkan komentar