Dalam dunia akademik, publikasi ilmiah telah menjadi semacam “mata uang intelektual.” Ia menjadi tolok ukur utama bagi kelulusan, kenaikan jabatan, hingga pencapaian target kampus. Semakin banyak publikasi, semakin bersinarlah nama seorang akademisi. Namun, di balik semangat luar biasa untuk menulis dan mempublikasikan karya ilmiah, ada ancaman besar yang sering kali luput dari perhatian: jurnal predator.
Jurnal-jurnal ini bak penyelamat bagi mereka yang ingin segera menerbitkan artikel tanpa harus melewati proses ketat. Dengan tawaran proses publikasi kilat, biaya yang "terjangkau" (alias jebakan), dan klaim akreditasi yang menggiurkan, banyak akademisi yang tergoda untuk memilih jalur pintas. Sayangnya, yang awalnya diharapkan sebagai batu loncatan menuju akademisi terhormat justru berujung menjadi kuburan reputasi ilmiah.
Salah satu contoh nyata terjadi pada adik saya. Demi menyelesaikan studinya tepat waktu, ia mengirimkan artikelnya ke sebuah jurnal yang mengaku telah terakreditasi SINTA 5. Setelah melakukan pembayaran, ia menerima Letter of Acceptance (LOA) yang tampak profesional—dengan logo, cap. Cukup meyakinkan. Ketika ia menceritakan hal tersebut ke saya, "Kak, maumi terbit artikelku di jurnal sinta 5. Adami LOA-nya" awalnya saya hanya manggut-manggut saja, sambil membaca LoA tersebut. Mhh, ada yang aneh. Saya lalu, mencoba mengecek keabsahan jurnal tersebut. Ternyata, jurnal itu tidak terdaftar dalam basis data SINTA! Lebih mencurigakan lagi, jurnal tersebut baru menerbitkan Volume 3 Edisi 1—sesuatu yang mustahil bagi jurnal yang mengklaim telah terakreditasi. Bukannya mendapatkan apresiasi akademik, adik saya malah mendapatkan pelajaran mahal: jangan percaya pada sesuatu yang terlalu mudah dan terlalu cepat dalam dunia akademik.
Jurnal Predator dan Klaim Akreditasi Palsu
Fenomena jurnal predator bukanlah hal baru. Banyak penerbit memanfaatkan kepanikan akademisi yang berusaha memenuhi kewajiban publikasi dengan menawarkan jalur instan. Proses reviu yang cepat, biaya terjangkau, dan klaim akreditasi yang menggiurkan sering kali menjadi daya tarik utama. Sayangnya, jurnal-jurnal ini umumnya tidak memiliki standar akademik yang jelas. Mekanisme peer review yang layak sering kali tidak ada, dewan editor kurang kompeten, dan kualitas editorial jauh dari standar yang ditetapkan oleh lembaga akreditasi resmi.
Kasus yang dialami adik saya hanyalah salah satu dari sekian banyak contoh yang perlu diwaspadai. Sebuah jurnal yang baru terbit dengan hanya lima edisi tidak mungkin sudah terakreditasi. Sesuai dengan ketentuan, untuk mendapatkan akreditasi, sebuah jurnal harus memiliki minimal empat edisi berturut-turut dalam dua tahun terakhir, mengajukan proses akreditasi, dan melalui tahapan penilaian yang memerlukan waktu. Bahkan, jurnal yang telah mengajukan akreditasi pada bulan Agustus pun hingga kini masih menunggu pengumuman hasil SINTA.
Secara logis, jika sebuah jurnal mengajukan akreditasi sebelum memenuhi standar jumlah edisi dan tahun penerbitan, maka pengajuannya seharusnya tidak memenuhi syarat. Oleh karena itu, jika ada jurnal yang baru berdiri tetapi mengklaim sudah terakreditasi, besar kemungkinan hal tersebut hanyalah strategi untuk menarik penulis agar mengirimkan artikel. Penting bagi akademisi untuk selalu memverifikasi klaim akreditasi jurnal sebelum memutuskan untuk mempublikasikan karya ilmiahnya.
Mengapa Ini Berbahaya?
Publikasi di jurnal predator bukan sekadar kesalahan kecil yang bisa diabaikan. Ini adalah ranjau yang bisa menghancurkan karier akademik dan kepercayaan ilmiah seseorang. Ketika seorang penulis memublikasikan artikelnya di jurnal predator, kredibilitas ilmiahnya dapat dipertanyakan. Jika jurnal tersebut dicabut akreditasinya atau dihapus dari basis data akademik seperti Scopus atau Sinta, artikel yang sudah terbit bisa dianggap tidak sah. Hal ini tentu sangat merugikan, terutama bagi akademisi yang sedang membangun rekam jejak ilmiah dan membutuhkan publikasi yang diakui secara luas.
Selain itu, artikel yang diterbitkan di jurnal predator sulit digunakan untuk kepentingan akademik. Banyak institusi pendidikan dan lembaga penelitian yang tidak mengakui publikasi di jurnal semacam ini dalam penilaian akademik, seperti kenaikan jabatan dosen, seleksi hibah penelitian, atau syarat kelulusan mahasiswa. Alih-alih membantu mempercepat perkembangan karier akademik, publikasi di jurnal predator justru bisa menjadi hambatan serius.
Tak hanya itu, potensi kehilangan hak cipta juga menjadi ancaman bagi penulis. Banyak jurnal predator yang tidak memiliki kebijakan hak cipta yang jelas, bahkan beberapa di antaranya menjual ulang artikel tanpa izin dari penulis. Hal ini tidak hanya menyebabkan kerugian finansial, tetapi juga membuat penulis kehilangan kendali atas karya ilmiahnya sendiri. Oleh karena itu, akademisi perlu lebih berhati-hati dalam memilih jurnal tempat mereka mempublikasikan karya, dengan memastikan jurnal tersebut memiliki reputasi yang baik, terindeks dalam basis data akademik terpercaya, serta mengikuti standar etika publikasi yang ketat.
Tips Agar Tidak Terjebak dalam Jurnal Predator
Untuk memastikan bahwa jurnal yang dipilih adalah jurnal bereputasi dan bukan jurnal predator, ada beberapa langkah yang perlu diperhatikan. Pertama, cek basis data resmi. Pastikan jurnal tersebut terindeks di SINTA (Indonesia), Scopus, Web of Science, atau DOAJ. Selain itu, verifikasi nomor ISSN dan status akreditasi jurnal melalui situs resmi ARJUNA (Akreditasi Jurnal Nasional) agar tidak terjebak dalam publikasi yang tidak diakui.
Kedua, teliti situs dan editor jurnal. Jurnal berkualitas umumnya memiliki situs web profesional dengan informasi yang jelas mengenai cakupan bidang keilmuan, proses publikasi, serta etika penerbitan. Selain itu, periksa daftar editor jurnal, pastikan mereka adalah akademisi kredibel yang berasal dari institusi yang jelas dan memiliki rekam jejak penelitian yang baik. Ketiga, waspadai proses yang terlalu cepat. Proses peer-review yang layak biasanya memakan waktu beberapa minggu hingga beberapa bulan. Jika sebuah jurnal menjanjikan publikasi dalam hitungan hari atau hanya dalam waktu seminggu setelah pengiriman, maka hal tersebut patut dicurigai sebagai jurnal predator yang tidak menerapkan standar seleksi ilmiah yang benar.
Keempat, periksa biaya publikasi dengan bijak. Jurnal bereputasi memang sering kali memiliki Article Processing Charge (APC), tetapi biayanya harus jelas dan masuk akal. Hindari jurnal yang meminta pembayaran sebelum proses review dilakukan, karena ini sering kali menjadi tanda bahwa jurnal tersebut lebih mementingkan keuntungan finansial daripada kualitas akademik. Terakhir, gunakan layanan konsultasi publikasi. Jika masih ragu dengan kredibilitas sebuah jurnal, manfaatkan layanan konsultasi dari kampus atau pusat publikasi resmi sebelum mengirimkan artikel. Dengan melakukan langkah-langkah ini, akademisi dapat menghindari jebakan jurnal predator dan memastikan bahwa publikasi mereka memiliki dampak ilmiah yang kuat serta diakui dalam dunia akademik.
Jurnal predator adalah ancaman nyata bagi dunia akademik. Publikasi yang terlihat mudah dan cepat sering kali membawa dampak buruk bagi penulis, baik dalam bentuk kehilangan reputasi akademik, kesulitan dalam pemanfaatan karya, maupun hilangnya hak cipta. Untuk itu, penting bagi mahasiswa dan akademisi untuk lebih selektif dalam memilih jurnal serta meningkatkan literasi publikasi ilmiah.
Dengan memahami cara kerja jurnal predator dan mengetahui bagaimana memilih jurnal yang kredibel, kita bisa menghindari jebakan ini dan memastikan bahwa publikasi ilmiah benar-benar berkontribusi terhadap pengembangan ilmu pengetahuan. Jangan biarkan keinginan untuk segera terbit membuat kita mengorbankan kualitas dan kredibilitas akademik yang telah kita bangun.
Catatan: Pusat Publikasi dan Penerbitan IAIN Parepare, menyediakan layanan konsultasi setiap hari Rabu, pukul 13.00 s.d. 16.00 untuk mahasiswa yang ingin memilih jurnal yang kredibel; tanggal 20 tiap bulan untuk mahasiswa yang ingin membuat artikel berdasarkan hasil penelitian. Jika ingin berkonsultasi silakan mendaftar di https://bit.ly/publikasimahasiswaok sehari sebelum jadwal.
SINTA 5 atau SINTA-Sintaan? Fenomena Jurnal Predator yang Menyesatkan