Skip ke Konten

Korupsi dalam Pusaran Resesi Demokrasi

oleh Indah Fitriani Sukri (Dosen Hukum Tata Negara IAIN Parepare)
26 Maret 2025 oleh
Korupsi dalam Pusaran Resesi Demokrasi
Admin
| Belum ada komentar

Demokrasi di Indonesia tengah menghadapi ujian berat. Winston Churchill pernah mengatakan bahwa demokrasi adalah sistem pemerintahan yang buruk, tetapi masih lebih baik dibandingkan sistem lainnya. Namun, demokrasi tidak bisa berdiri sendiri; ia harus ditopang oleh masyarakat yang terbuka (open society). Jika tidak, demokrasi akan melahirkan populisme, bukan pluralisme dalam berpikir. Sayangnya, ruang-ruang akademik yang seharusnya menjadi pusat dialektika justru kerap terpinggirkan.

Pendidikan antikorupsi yang diajarkan sejak sekolah dasar hingga perguruan tinggi tampak tak mampu membendung praktik korupsi yang semakin merajalela. Korupsi bukan lagi sekadar penyimpangan individu, melainkan sudah menjadi sistem yang mengakar. Anggaran besar yang dialokasikan untuk program-program pemerintah justru memberi celah bagi praktik penyalahgunaan wewenang.

Dalam bukunya Demokrasi dan Kedaruratan, dikatakan bahwa kekuasaan saat ini lebih fokus pada mengontrol, mendisiplinkan, dan mengatur masyarakat, bukan melindungi hak-hak mereka. Akibatnya, sistem yang ada semakin melemah dan mudah disusupi kepentingan pribadi.

Terang Redup Political Will

Political will atau kemauan politik pemimpin memiliki peran besar dalam menentukan arah kebijakan suatu negara. Jika disertai kebijakan yang pro-rakyat dan infrastruktur yang memadai, political will dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Banyak kebijakan dikeluarkan tanpa perhitungan matang terhadap dampaknya. Anggaran negara untuk pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan hanya menjadi angka di atas kertas, sementara rakyat terus bergantung pada kebijakan populis yang tidak berkelanjutan.

Amanat dalam Pembukaan UUD 1945 yang menyebutkan bahwa negara bertujuan untuk "melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia serta memajukan kesejahteraan umum" seolah hanya menjadi teks tanpa implementasi nyata.

Dalam beberapa tahun terakhir, skandal korupsi dengan angka fantastis semakin sering terungkap. Berdasarkan laporan Kejaksaan Agung, kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina (Persero) periode 2018-2023 merugikan negara hingga Rp 193,7 triliun. Sementara itu, hasil audit BPKP mengungkap bahwa total kerugian negara akibat korupsi di PT Timah mencapai Rp 300 triliun. Kasus lain, seperti Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), mencatat kerugian negara sebesar Rp 138,4 triliun menurut audit BPK.

Korupsi telah menjadi ancaman serius bagi keberlangsungan negara. Tidak hanya berdampak pada ekonomi, tetapi juga menghancurkan kepercayaan publik terhadap institusi negara. Ironisnya, banyak kasus korupsi yang akhirnya dinormalisasi, seolah hanya bagian dari dinamika politik.

Negara Maju, SDM Unggul

Untuk mencapai visi Indonesia Emas 2045, sumber daya manusia (SDM) yang unggul harus menjadi prioritas utama. Investasi terbesar negara adalah pada kualitas manusia, bukan hanya pada pembangunan infrastruktur fisik. Jika Indonesia ingin menjadi ekonomi terbesar kelima di dunia pada 2045, maka pemerintah harus berinvestasi dalam pendidikan, pelatihan kejuruan, serta akses akademik yang merata.

Sayangnya, pemangkasan anggaran pendidikan justru semakin mempersempit akses bagi masyarakat kurang mampu. Jika dibiarkan, impian Indonesia Emas 2045 hanya akan menjadi utopia bagi segelintir elite, sementara rakyat kecil terus terpinggirkan.

Dalam novel The Kite Runner, dikatakan bahwa "dosa hanya ada satu, yaitu mencuri. Semua dosa lain hanyalah variasi dari mencuri itu." Korupsi, pada hakikatnya, adalah bentuk pencurian terbesar—mencuri hak rakyat untuk hidup sejahtera, mencuri kepercayaan publik terhadap negara, dan mencuri harapan generasi mendatang.

Kita masih punya pilihan: tetap membiarkan korupsi merajalela atau mengambil langkah nyata untuk membangun sistem yang lebih bersih dan berkeadilan. Jika kita ingin masa depan yang lebih baik, kuncinya hanya satu: integritas.

Biodata Penulis

Indah Fitriani Sukri, ​S.H., M.H. adalah seorang dosen Hukum Tata Negara di IAIN Parepare. Ia aktif dalam penelitian dan penulisan di bidang hukum, khususnya terkait tata negara dan demokrasi. Beberapa karyanya dapat diakses melalui Google Scholar.

di dalam Sudut Pandang
Korupsi dalam Pusaran Resesi Demokrasi
Admin 26 Maret 2025
Share post ini
Label
Arsip
Masuk untuk meninggalkan komentar

Baca Berikutnya
Domino