Skip ke Konten

Moderasi Beragama: Antara Slogan dan Kenyataan

Suhartina (Kepala Pusat Publikasi dan Penerbitan IAIN Parepare)
21 September 2025 oleh
Moderasi Beragama: Antara Slogan dan Kenyataan
Suhartina
| Belum ada komentar

Kata “moderasi” hari ini sering terdengar seperti slogan baru yang wajib dihafal. Ia dibicarakan di seminar, dicetak di modul ajar, bahkan dimasukkan ke RPJMN. Namun, pertanyaan mendasarnya: apakah moderasi sungguh hidup dalam bahasa sehari-hari kita? Al-Qur’an mengingatkan: “Dan demikianlah Kami jadikan kamu umat yang wasath (moderat)...” (QS. Al-Baqarah [2]:143). Ayat ini menolak ekstremisme dalam segala bentuknya, termasuk ekstremisme dalam kata-kata.

Kasus moderasi beragama di tahun 2025 di Indonesia menunjukkan bahwa isu ini tetap menjadi perhatian utama, terutama dalam konteks pendidikan dan kebijakan nasional. Implementasi nilai-nilai moderasi beragama di tingkat sekolah dasar, seperti di MI Tahasus Maarif NU Pedan tahun ajaran 2024/2025, dilakukan melalui integrasi materi dalam pelajaran dan kegiatan yang menumbuhkan nasionalisme. Namun, tantangan nyata masih ada, mulai dari rendahnya perhatian siswa hingga lemahnya kolaborasi guru (Suryoko & Rahmadi, 2024).

Secara nasional, kebijakan moderasi beragama yang dicanangkan Kementerian Agama sejak 2019 dan masuk RPJMN 2020–2024 menunjukkan hasil positif, terutama di lingkungan kementerian. Meski demikian, kebijakan ini masih memerlukan waktu untuk membentuk kebiasaan nasional (Qoumas et al., 2024; Rofiqi et al., 2024). Penelitian juga menegaskan bahwa faktor religiusitas dan demografi sangat memengaruhi sikap moderat, serta pentingnya pendidikan agama yang menekankan toleransi untuk mencegah radikalisme (Subchi et al., 2022; Arifinsyah et al., 2020; Hasan & Juhannis, 2023; Ramdhani & Romdhoni, 2023).

Tren akademik juga menunjukkan peningkatan penelitian moderasi beragama di pendidikan tinggi, dengan fokus pada radikalisme, pengembangan kurikulum, dan toleransi. Namun, masih terdapat celah penelitian tentang nasionalisme dan kolaborasi lintas negara (Ulum et al., 2025; Zamroni et al., 2025). Hal ini menunjukkan bahwa moderasi bukan hanya isu praktis, tetapi juga menjadi medan intelektual yang terus berkembang.

Faktor sosial-ekonomi dan demografis turut memengaruhi sikap toleran. Mereka yang berpendidikan tinggi, tinggal di perkotaan, dan sering berinteraksi lintas budaya cenderung lebih toleran. Sebaliknya, tingkat religiositas yang terlalu eksklusif justru berpotensi menurunkan sikap toleran (Wijaksono, 2023; Yusuf et al., 2019; Mujani, 2019). Di sisi lain, nilai-nilai dasar seperti saling menghormati dan harmonisasi terbukti memperkuat toleransi antaretnis (Susanto & Kumala, 2019).

Di berbagai komunitas, toleransi juga tumbuh dari akar budaya lokal. Di Bandung dan Tomohon, misalnya, kearifan lokal memperkuat praktik hidup berdampingan (Parihat, 2024; Pangalila et al., 2024). Nilai-nilai serupa sebenarnya juga dapat ditemukan di Parepare, sebuah kota pelabuhan yang multikultural. Di sini, kehidupan masyarakat yang majemuk menuntut warganya untuk terus berlatih “berdamai dalam keberbedaan”, bukan hanya lewat wacana, tetapi juga praktik keseharian.

Pertanyaannya, bagaimana bahasa berperan dalam semua ini? Sebagai dosen bahasa, saya percaya bahwa moderasi tidak hanya soal kebijakan, melainkan juga pilihan kata. Bahasa persuasif bisa merangkul atau menyingkirkan; bisa menumbuhkan rasa hormat atau menyalakan api intoleransi. Maka, jika moderasi beragama ingin sungguh membumi, ia harus hadir bukan hanya di dokumen resmi, tetapi juga di cara kita menyapa, berdiskusi, dan menulis.

Akhirnya, moderasi beragama bukan sekadar jargon, melainkan identitas umat yang ditegaskan Al-Qur’an. Ia harus dipraktikkan dalam kebijakan, pendidikan, dan juga bahasa keseharian kita. Indonesia, termasuk Parepare sebagai miniatur kebinekaan, hanya akan damai jika moderasi benar-benar hidup, bukan sekadar dihafal.

Referensi

di dalam Opini Dosen
Moderasi Beragama: Antara Slogan dan Kenyataan
Suhartina 21 September 2025
Share post ini
Label
Arsip
Masuk untuk meninggalkan komentar