Peringatan Maulid Nabi Muhammad ﷺ adalah momentum yang selalu dinanti umat Islam di seluruh dunia. Di Indonesia, Maulid biasanya dirayakan meriah dengan tablig akbar, lantunan shalawat, hingga tradisi budaya khas daerah. Namun, bagaimana dengan umat Islam yang tinggal jauh dari tanah air, di tengah masyarakat yang mayoritas non-Muslim seperti Amerika Serikat? Ternyata, meski dengan cara sederhana, semangat mereka dalam memperingati kelahiran Nabi tetap hidup dan penuh makna.
Menurut Pew Research Center, populasi Muslim di Amerika Serikat pada 2017 mencapai sekitar 3,45 juta jiwa atau sekitar 1,1% dari total penduduk, dan jumlah itu terus bertambah karena migrasi serta angka kelahiran. Pada 2020, data sensus mencatat ada lebih dari 4,4 juta Muslim di AS dengan sekitar 2.770 masjid tersebar di berbagai negara bagian. Angka ini menunjukkan bahwa meski minoritas, umat Islam memiliki jaringan komunitas yang kuat, termasuk dalam menjaga tradisi peringatan Maulid.
Komunitas Muslim Indonesia di Amerika pun turut aktif menjaga tradisi ini. Organisasi seperti Indonesian Muslim Society in America (IMSA) rutin menyelenggarakan kegiatan keagamaan, pengajian, dan perayaan hari besar Islam. Di Washington D.C. dan sekitarnya, ada pula Indonesian Muslim Association in America (IMAAM) yang memiliki pusat kegiatan sendiri, tempat jamaah Indonesia berkumpul untuk shalat berjamaah, kajian, hingga acara Maulid. Bahkan di kota-kota besar seperti Philadelphia , New York, dan Los Angeles, warga Indonesia sering mengadakan Maulid Nabi di masjid komunitas atau Islamic center dengan melibatkan keluarga dan sahabat dari berbagai bangsa.
Salah satu contoh nyata adalah peringatan Maulid Nabi di Masjid Al-Falah, Philadelphia, di mana komunitas Indonesia bersama jamaah internasional berkumpul, melantunkan shalawat, mendengarkan sirah Nabi, dan menyantap hidangan khas seperti nasi kuning atau kue tradisional Indonesia. Demikian pula Komunitas Muslim Indonesia, Masjid Al Hikmah New York, MATA (Majelis Taklim) New Hampshire pun tak kalah turut meramaikan Maulid Nabi yang diakhir kegiatan menghadirkan makanan nusantara memberi suasana rindu kampung yang menyejukkan hati. Acara semacam ini bukan hanya memperkuat ikatan sesama perantau, tetapi juga memperlihatkan indahnya Islam yang menyatukan perbedaan budaya dalam cinta kepada Rasulullah ﷺ.
Menariknya, Maulid Nabi di Amerika kerap menggunakan format bilingual: ceramah disampaikan dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris, agar generasi muda yang lahir di Amerika tetap dapat memahami pesan yang disampaikan. Selain itu, beberapa acara Maulid juga mengundang tetangga non-Muslim. Inilah kesempatan emas untuk memperkenalkan sosok Nabi Muhammad ﷺ sebagai teladan universal yang membawa kasih sayang dan keadilan. Dengan cara damai dan inklusif, Maulid menjadi sarana dakwah kultural yang menyentuh hati.
Meski tidak semeriah di tanah air, Maulid Nabi di Amerika justru menonjolkan nilai kebersamaan dan spiritualitas. Di tengah keterbatasan tempat dan jumlah jamaah, umat Islam Indonesia dan komunitas muslim lainnya tetap teguh mengekspresikan kecintaan kepada Rasulullah. Mereka membuktikan bahwa peringatan Maulid Nabi bukan hanya sekadar ritual tahunan, tetapi momentum memperkuat iman, menjaga identitas, dan menghidupkan teladan Nabi dalam kehidupan sehari-hari.
Akhirnya, peringatan Maulid Nabi di Amerika menunjukkan bahwa cinta Rasulullah ﷺ tidak mengenal batas geografi, budaya, atau bahasa. Dari pelosok Nusantara hingga jantung kota New York dan Washington, gema shalawat terus berkumandang. Ia menjadi penghubung batin antara umat Islam di rantau dengan kampung halaman, sekaligus pengingat bahwa teladan Nabi adalah rahmat bagi seluruh alam.
Maulid Nabi di Amerika, Adakah?