Ada 14 program studi berakreditasi unggul dan 11 guru besar lahir dari rahim satu kampus di pesisir Sulawesi, yaitu kampus IAIN Parepare. Capaian ini bukan sekadar deret angka di lembar laporan, melainkan sinyal keras bahwa kampus ini benar-benar siap menapaki transformasi menjadi Universitas Islam Negeri (UIN). Dalam lanskap pendidikan tinggi yang kerap terhambat birokrasi, prestasi sebesar ini ibarat dentuman gong menggugah perhatian, menuntut pengakuan, dan mengabarkan lahirnya kekuatan baru pendidikan Islam di Indonesia Timur.
Keberhasilan ini tidak jatuh dari langit. Di baliknya berdiri kepemimpinan yang langka: Anregurutta Prof. Dr. Kiai Hannani, M.Ag., seorang rektor yang memadukan kecakapan manajerial dengan ketenangan seorang kiyai. Ia menata kampus bukan lewat janji bombastis, melainkan lewat kerja sunyi, meritokrasi yang tegas, dan keteladanan moral yang konsisten. Di saat banyak lembaga masih terjebak dalam politik balas budi, IAIN Parepare menunjukkan bahwa jabatan adalah amanah, bukan hadiah.
Sering kali kita menyaksikan jabatan publik dijadikan ajang balas jasa yang pandai meniti kedekatan lebih cepat naik dibanding mereka yang berkeringat membangun prestasi. Investasi politik merayap halus, mengubah birokrasi menjadi arena transaksi. Namun Prof. Dr. Kiai Hannani memilih jalan berbeda. Pertanyaan yang selalu ia ajukan sederhana tetapi tak bisa ditawar: siapa yang paling mampu memegang amanah? Inilah merit system dalam wujud paling murni, jauh sebelum istilah itu menjadi mantra para pakar manajemen sumber daya manusia.
Para ahli SDM seperti Gary Dessler dan Dave Ulrich menegaskan bahwa merit-based human resource management adalah kunci organisasi berkinerja tinggi. Namun di IAIN Parepare, teori itu menemukan napas spiritual. Rektor membuka ruang riset, mendorong dosen melanjutkan studi, menegakkan rekrutmen yang transparan, dan memberi penghargaan pada kinerja nyata. Ketika merit system dijalankan konsisten, dosen berlomba meningkatkan kualifikasi, mahasiswa merasakan pengalaman belajar yang kaya, dan institusi tumbuh menjadi pusat keilmuan yang berdaya saing nasional.
Namun keunggulan IAIN Parepare tidak hanya bertumpu pada manajemen modern. Ada ruh yang tak kasatmata tetapi terasa di setiap sudut kampus: kurikulum cinta. Konsep ini menempatkan kasih sayang, penghargaan, dan kemanusiaan sebagai inti pembelajaran. Dosen dan mahasiswa tidak hanya bertemu di ruang kelas; mereka terlibat dalam interaksi penuh empati, menumbuhkan ikatan emosional yang mendalam. Teori employee engagement dalam manajemen SDM mengatakan keterikatan emosional yang hangat akan melipatgandakan kinerja organisasi, dan IAIN Parepare membuktikannya dengan cara yang khas, membalut kecerdasan intelektual dengan kedalaman spiritual.
Kepemimpinan Prof. Dr. Kiai Hannani menjadi jembatan kokoh antara tradisi dan inovasi. Ia menunjukkan bahwa perguruan tinggi Islam mampu mengelola sumber daya manusia dengan standar global tanpa kehilangan jati diri. Keteladanan moral berjalan seiring dengan visi akademik progresif. Di tengah masyarakat majemuk, teladan seperti ini adalah kabar baik: kemajuan tidak harus mengikis nilai; justru nilai spiritual memberi arah dan makna.
Capaian 14 prodi unggul dan 11 guru besar kini bukan hanya puncak prestasi, melainkan bukti sahih kesiapan IAIN Parepare untuk bertransformasi menjadi UIN. Akreditasi unggul menandakan mutu akademik yang diakui nasional, sementara keberadaan sebelas guru besar memastikan kekuatan ilmiah yang diperlukan untuk status universitas. Transformasi ini bukan mimpi jauh, melainkan langkah logis dari fondasi yang telah terbentuk kokoh. IAIN Parepare tidak sekadar bercita-cita menjadi universitas; ia sudah menyiapkan diri dengan bukti konkret.
Bayangkan bila pola kepemimpinan seperti ini meluas ke birokrasi negara. Merit system bukan sekadar kata kunci di dokumen, tetapi budaya hidup. Keadilan tidak lagi jargon, melainkan kebiasaan. Kita akan percaya bahwa jabatan adalah amanah, bukan transaksi. IAIN Parepare sudah memberi contoh. Prestasi akademik yang gemilang dan kesiapan bertransformasi menjadi UIN lahir dari harmoni antara manajemen modern dan kurikulum cinta. Inilah bukti bahwa kepemimpinan profetik bukan romantisme masa lalu, melainkan solusi masa depan.
Di dunia yang kian keras dan bising, gaya kepemimpinan yang memadukan hati dan prestasi adalah oase. Ia mengingatkan kita bahwa kekuasaan sejati bukanlah kemampuan memerintah, melainkan kesanggupan melayani. Di sanalah cinta bekerja diam-diam, menjadi energi yang mengubah banyak hal, dan di IAIN Parepare, energi itu telah mewujud menjadi kenyataan.
IAIN Parepare: Bukti Nyata Kepemimpinan yang Menggerakkan