Skip ke Konten

Prinsip Kepemimpinan Rasulullah saw. dalam QS. Al-Tawbah:128

Rasulullah Muhammad saw. diakui sejarah sebagai pemimpin terbesar yang pernah lahir di muka bumi. Betapa tidak, hanya dalam kurun waktu kurang dari seperempat abad—tepatnya 23 tahun—Beliau mampu membangun peradaban agung yang mencakup tiga pilar utama kehidupan manusia, yakni: Tauhidul Ummah (kesatuan umat), Tauhidul Hukûmah (kesatuan pemerintahan), dan Tauhidul Ilâh (mengesakan Tuhan)
12 Maret 2025 oleh
Prinsip Kepemimpinan Rasulullah saw. dalam QS. Al-Tawbah:128
Admin
| Belum ada komentar

Hadirin Sidang Jum’at yang dimuliakan Allah,

Rasulullah Muhammad saw. diakui sejarah sebagai pemimpin terbesar yang pernah lahir di muka bumi. Betapa tidak, hanya dalam kurun waktu kurang dari seperempat abad—tepatnya 23 tahun—Beliau mampu membangun peradaban agung yang mencakup tiga pilar utama kehidupan manusia, yakni: Tauhidul Ummah (kesatuan umat), Tauhidul Hukûmah (kesatuan pemerintahan), dan Tauhidul Ilâh (mengesakan Tuhan). Inilah yang dalam sejarah disebut oleh para ulama sebagai prinsip utama dakwah Nabi Muhammad saw.:

إِنَّهُ كَوَّنَ أُمَّةً، وَأَسَّسَ دَوْلَةً، وَأَقَامَ دِينًا

"Sesungguhnya beliau telah membentuk suatu umat, mendirikan sebuah negara, dan menegakkan agama."

Maka tidak heran, Michael H. Hart, dalam bukunya yang terkenal, The 100: A Ranking of the Most Influential Persons in History, menempatkan Rasulullah saw. sebagai tokoh paling berpengaruh dalam sejarah umat manusia. Sebuah riset panjang yang menyimpulkan bahwa tidak ada seorang pun pemimpin yang mampu menyaingi pengaruh global dari Nabi Muhammad saw.

Hadirin Sidang Jum’at yang dimuliakan Allah,

Dalam Islam, prinsip utama seorang pemimpin adalah berorientasi pada kemaslahatan umat. Kaidah fiqih siyasah menyebutkan:

تَصَرُّفُ الْإِمَامِ عَلَى الرَّعِيَّةِ مَنُوْطٌ بِالْمَصْلَحَةِ

"Tindakan seorang pemimpin terhadap rakyatnya harus didasarkan pada kemaslahatan bersama."

Imam Asy-Syafi’i menegaskan prinsip ini dengan sangat jelas, bahwa posisi pemimpin terhadap rakyat ibarat wali terhadap anak yatim, yang wajib menjaga, membina, dan melindungi.

Prinsip kepemimpinan semacam ini secara gamblang dicontohkan oleh Rasulullah saw. sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an surah Al-Tawbah ayat 128:

لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُوْلٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيْزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيْصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِيْنَ رَءُوْفٌ رَحِيْمٌ

"Sungguh telah datang kepada kalian seorang Rasul dari kalangan kalian sendiri, sangat berat terasa olehnya penderitaan yang kalian alami, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagi kalian, amat belas kasih lagi penyayang kepada orang-orang yang beriman." (QS. Al-Tawbah:128)

Melalui ayat ini, terdapat tiga prinsip dasar kepemimpinan yang ideal, yang menjadi teladan agung Rasulullah saw:

Pertama, ‘Azîzun ‘alaihi mâ ‘anittum (merasa berat melihat penderitaan orang lain). Inilah yang dikenal dalam ilmu kepemimpinan modern dengan istilah sense of crisis, yaitu kepekaan seorang pemimpin terhadap penderitaan rakyatnya. Pemimpin sejati harus memiliki empati, memahami kondisi masyarakat, dan merasakan apa yang mereka rasakan. Pemimpin bukan sekadar pandai bicara (khayr al-khathîb), melainkan juga harus rajin membina, mendengarkan, dan turun langsung kepada rakyatnya (katsratur-ri’âyah wal istimâ’).

Empati adalah inti kemanusiaan, yang dengannya seseorang mampu merasakan penderitaan orang lain sekaligus tergerak untuk memberikan bantuan dan solusi nyata.

Kedua, Harîshun ‘alaikum (amat sangat berkeinginan agar umatnya aman dan sejahtera). Prinsip ini dikenal dalam kepemimpinan modern sebagai sense of achievement, yaitu semangat untuk membawa masyarakat pada kemajuan dan kesejahteraan bersama. Seorang pemimpin yang memiliki karakter ini akan selalu memikirkan bagaimana merumuskan visi, menentukan langkah, dan menjalankan kebijakan yang membawa rakyatnya menuju kehidupan yang lebih baik. Pemimpin harus memiliki harapan dan semangat yang besar agar rakyatnya maju, bukan semata-mata berorientasi pada kepentingan pribadi atau kelompok tertentu saja.

Ketiga, Ra`ûfun Rahîm (pengasih dan penyayang). Inilah prinsip kepemimpinan yang disebut sebagai sense of merciful and compassionate, yakni pemimpin yang menjalankan tugasnya atas dasar kasih sayang dan kelembutan. Rasulullah saw. bersabda:

الراحمون يرحمهم الرحمن، ارحموا من في الأرض يرحمكم من في السماء

"Orang-orang yang penyayang, niscaya akan disayang Allah Yang Maha Penyayang. Kasihilah makhluk di bumi, maka yang di langit akan mengasihi kalian." (H.R. Abu Daud dan Tirmidzi)

Kasih sayang adalah dasar segala kebaikan. Tanpa kasih sayang, sulit membayangkan seseorang bisa berlaku baik kepada orang lain, apalagi sebagai pemimpin yang memiliki tanggung jawab besar atas kemaslahatan masyarakatnya.

Hadirin yang mulia,

Tiga prinsip kepemimpinan Rasulullah saw. dalam QS. Al-Tawbah:128 ini merupakan cermin ideal yang seharusnya menjadi pegangan bagi setiap pemimpin di dunia. Ketiga prinsip tersebut—kepekaan sosial, semangat untuk memajukan rakyat, serta kasih sayang terhadap sesama—adalah tolok ukur kepemimpinan yang sejati. Tanpa ketiganya, kepemimpinan hanya akan menjadi alat pemuas nafsu pribadi dan kepentingan golongan semata.

Oleh karena itu, marilah kita sebagai umat Nabi Muhammad saw., senantiasa menjadikan prinsip-prinsip mulia ini sebagai pedoman, baik dalam memimpin keluarga, masyarakat, maupun bangsa. Dengan begitu, kita akan menjadi umat terbaik sebagaimana dijanjikan Allah Ta’ala dalam Al-Qur’an:

كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ

"Kalian adalah sebaik-baik umat yang dilahirkan untuk manusia." (QS. Ali Imran:110)

Wallahu a'lam bish-shawâb.

di dalam khutbah
Prinsip Kepemimpinan Rasulullah saw. dalam QS. Al-Tawbah:128
Admin 12 Maret 2025
Share post ini
Label
Arsip
Masuk untuk meninggalkan komentar