الحمد لله رب العالمين، والصلاة والسلام على أشرف الأنبياء والمرسلين، سيدنا ومولانا محمد، وعلى آله وأصحابه ومن تبعهم بإحسان إلى يوم الدين.
Maasyiral Muslimin rahimakumullah,
Dalam kehidupan sehari-hari, tanpa sadar seringkali muncul sikap negatif dalam hati manusia. Salah satunya adalah "syamatah", yakni sikap mengolok-olok, merasa senang, bahkan mencela penderitaan atau musibah yang menimpa orang lain. Syamatah merupakan penyakit hati yang sangat berbahaya, dilarang keras oleh Islam, dan membawa kerugian besar bagi pelakunya.
Allah Swt. dalam firman-Nya mengingatkan kita agar tidak merasa lebih baik dari orang lain atau senang atas penderitaannya. Dalam Surah Al-Hujurat ayat 11 Allah Ta'ala menegaskan:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِّن قَوْمٍ عَسَىٰ أَن يَكُونُوا خَيْرًا مِّنْهُمْ
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain, karena bisa jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik daripada yang mengolok-olok." (Q.S. Al-Hujurat: 11)
Jamaah Jumat yang dirahmati Allah,
Sikap syamatah secara nyata ditentang oleh Rasulullah Saw. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari, Nabi Saw. mengajarkan doa mulia agar terhindar dari sikap ini:
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ سُوءِ الْقَضَاءِ، وَدَرَكِ الشَّقَاءِ، وَشَمَاتَةِ الْأَعْدَاءِ
"Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari takdir yang buruk, ujian yang berat, dan kegembiraan musuh atas penderitaan." (H.R. Al-Bukhari)
Perhatikanlah betapa Rasulullah Saw. bahkan memohon perlindungan kepada Allah dari sikap ini. Itu menandakan bahwa syamatah bukan perkara ringan, namun sesuatu yang sangat berbahaya bagi keselamatan hati dan jiwa.
Kaum Muslimin yang mulia,
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah pernah memperingatkan kita dengan sangat tajam:
وَكُلُّ مَعْصِيَةٍ عَيَّرْتَ بِهَا أَخَاكَ فَهِيَ إِلَيْكَ
"Setiap kemaksiatan yang engkau ejekkan kepada saudaramu, maka ia akan kembali menimpamu."
Ungkapan ini memperingatkan kita bahwa tindakan mencela orang lain atas dosa atau penderitaan akan mengundang datangnya ujian serupa. Mengolok-olok kegagalan saudara kita bisa menyebabkan Allah mencabut nikmat yang kita miliki, lalu memberikannya ujian serupa agar kita merasakan kesulitan yang sama.
Hadirin yang mulia,
Dalam sejarah Islam, Rasulullah Saw. memberikan contoh nyata tentang larangan bersikap syamatah. Saat para sahabat menang di perang Badar, Rasulullah Saw. melarang keras sikap berlebihan, apalagi mengolok-olok musuh yang kalah. Kemenangan dan keberhasilan hendaknya disikapi dengan kerendahan hati, rasa syukur, dan penghormatan terhadap pihak lain. Mengolok-olok musuh yang sudah dikalahkan bukanlah sikap ksatria, melainkan kesombongan yang merendahkan kemuliaan seorang mukmin.
Maasyiral Muslimin rahimakumullah,
Mari refleksikan sejenak, bukankah fenomena syamatah ini banyak terjadi saat ini, khususnya dalam percakapan sehari-hari atau bahkan media sosial? Saat pemilu berlangsung misalnya, sebagian dari kita begitu ringan melontarkan sindiran pedas, ejekan, bahkan kebahagiaan atas kegagalan atau penderitaan pihak lain. Islam mengajarkan kita untuk berkompetisi secara sehat, bukan untuk saling menjatuhkan. Jika saudara kita mengalami kegagalan, seyogyanya kita hibur dan bantu, bukan justru tertawa di atas penderitaannya.
Rasulullah Saw. menegaskan pentingnya sikap empati dan persaudaraan. Beliau bersabda:
لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ
"Tidak sempurna keimanan salah seorang di antara kamu, hingga ia mencintai untuk saudaranya apa yang ia cintai untuk dirinya sendiri." (H.R. Bukhari dan Muslim)
Mari renungkan sejenak hadis tersebut. Apakah kita rela diri sendiri diejek saat kalah atau sedang ditimpa musibah? Tentu tidak. Maka jangan pula lakukan kepada orang lain.
Hadirin sekalian yang dimuliakan Allah,
Di akhir khutbah ini, marilah kita sama-sama berdoa agar dijauhkan dari sifat syamatah. Mari selalu menjaga lisan dan hati, senantiasa berusaha menjaga sikap dan perkataan kita. Jangan sampai hati kita menjadi keras, dan lisan kita ringan mengolok-olok penderitaan sesama muslim. Jadikanlah kemenangan kita sebagai syukur, kekalahan sebagai evaluasi, bukan sebagai bahan ejekan.
Kita tutup khutbah ini dengan doa yang diajarkan oleh Rasulullah Saw:
اللَّهُمَّ إِنَّا نَعُوذُ بِكَ مِنْ شَمَاتَةِ الْأَعْدَاءِ، وَمِنْ دَرَكِ الشَّقَاءِ، وَسُوءِ الْقَضَاءِ، وَجَهْدِ الْبَلاَءِ.
"Ya Allah, kami berlindung kepada-Mu dari kegembiraan musuh atas penderitaan kami, dari kesulitan yang berat, dari takdir yang buruk, dan musibah yang tak mampu kami tanggung."
Semoga kita semua dijauhkan dari sikap tercela ini, serta menjadi pribadi mukmin sejati yang penuh cinta kasih dan empati kepada sesama.
Khutbah Jumat : Hati-hati dengan Syamatah - Bahaya Mencela Penderitaan Orang Lain