Skip ke Konten

THR: Tunjangan Hari Reflektif

Pak Rektor tahu betul bahwa memberi tidak pernah membuat seseorang jatuh miskin. Justru sebaliknya, berbagi selalu melahirkan kelapangan hati yang jauh lebih besar dari harta yang diberikan.
26 Maret 2025 oleh
THR: Tunjangan Hari Reflektif
Admin
| Belum ada komentar

Catatan Rektor #26

Klik untuk mendengarkan Versi Audio 
Versi Audio

Di sela-sela daftar panjang infaq yang muncul silih berganti di grup WhatsApp, ada satu pesan singkat dari Pak Rektor yang membuat suasana tiba-tiba menjadi hening. Dengan kalimat sederhana tapi menusuk ke hati, ia menulis, "Mari berbagi semampu kita. Jangan lihat jumlahnya, tapi niatnya. Ramadan adalah momentum kita untuk berlomba dalam kebaikan." Bukan sekadar himbauan formal seorang pemimpin, tetapi sebuah pengingat tulus bahwa kebahagiaan sejati adalah ketika tangan bisa ikut meringankan beban sesama.

Pak Rektor tahu betul bahwa memberi tidak pernah membuat seseorang jatuh miskin. Justru sebaliknya, berbagi selalu melahirkan kelapangan hati yang jauh lebih besar dari harta yang diberikan. Maka, tak jarang pula beliau sendiri yang diam-diam membuka daftar infaq pertama kali, seperti hendak berkata tanpa suara bahwa keteladanan selalu lebih nyaring daripada seribu ajakan. Di kampus ini, Ramadan tidak hanya soal ibadah ritual, tetapi juga tentang bagaimana setiap orang mampu menghadirkan manfaat nyata dalam hidup sesamanya.

Di kampus ini, Ramadan adalah bulan paling sibuk di grup WhatsApp. Bukan tentang antrean panjang menunggu THR turun atau membahas rencana belanja jelang Lebaran. Di sini, para dosen dan tenaga kependidikan justru sibuk berlomba-lomba dalam berbagi. Grup penuh daftar infaq yang panjang, entah santunan anak yatim, takjil buka puasa, atau bantuan bagi sesama yang sakit. Anehnya, meskipun THR belum cair, selalu ada saja yang lebih dulu transfer dan mengirim bukti sambil menambahkan emoji senyum malu-malu.

Ada yang bilang ini hanya budaya rutin. Tapi sesungguhnya, ada pelajaran besar yang terselip dalam kebiasaan sederhana ini. Ramadan seperti datang membawa kaca besar yang membuat kita melihat jelas siapa diri kita sebenarnya. Apakah tangan kita lebih cepat membuka dompet untuk orang lain, atau lebih sibuk meraba-raba sisa uang sambil menimbang-nimbang keperluan pribadi yang belum terbeli?

Jika direnungkan lebih dalam, kebiasaan berbagi ini mirip sekali dengan keseharian kampus yang sesungguhnya. Ada yang langsung transfer dengan semangat tinggi, persis mahasiswa rajin yang tugasnya selalu selesai seminggu sebelum tenggat waktu. Ada pula yang memberi tanpa bersuara, seperti dosen-dosen tekun yang jarang bicara, tapi karya ilmiahnya diam-diam mendunia. Tidak sedikit juga yang baru menyusul di menit-menit akhir—mirip mahasiswa yang panik mengunggah skripsi menjelang deadline. Dan tentu ada juga yang masih diam saja, mungkin sedang sibuk menunggu THR tiba.

Tapi lebih dari sekadar uang, Ramadan ini sejatinya memberi kita "THR" lain yang lebih berharga: Tunjangan Hari Reflektif. Sebuah kesempatan untuk melihat diri sendiri lebih jernih, menimbang kembali makna memberi dan menerima, serta menyadari bahwa kebahagiaan hakiki justru hadir ketika kita bisa menjadi manfaat bagi sesama.

Jadi, kalau ada yang bertanya untuk apa THR kali ini, mungkin jawabannya bukan sekadar untuk membeli baju baru atau barang-barang mewah, tapi untuk kembali memastikan bahwa kita tidak pernah lupa berbagi. Sebab hidup kadang penuh misteri—hari ini kita yang memberi, besok siapa tahu kita pula yang diam-diam masuk ke daftar penerima infaq itu. Dan kalaupun itu terjadi, semoga hati tetap lapang, seperti tangan-tangan yang pernah kita ulurkan.

Parepare, 26 Ramadhan 1446 H.

Muhammad Haramain

THR: Tunjangan Hari Reflektif
Admin 26 Maret 2025
Share post ini
Arsip
Masuk untuk meninggalkan komentar