Islam masuk ke Nusantara melalui berbagai jalur, termasuk perdagangan dan dakwah ulama. Mandar, sebagai salah satu pusat kebudayaan di Sulawesi, memiliki keunikan tersendiri dalam menerima Islam. Tidak seperti di beberapa daerah lain yang mengalami konflik, Islam masuk ke Mandar tanpa perlawanan dari masyarakat atau elit kerajaan (Azra, 2013).
Hal ini menjadi menarik karena Mandar memiliki kepercayaan asli berbasis animisme dan dinamisme. Namun, alih-alih menolak Islam, masyarakat Mandar justru menyambutnya dengan tangan terbuka. Strategi dakwah para ulama yang mengakomodasi nilai-nilai budaya lokal menjadi faktor utama penerimaan yang damai ini (Mubarok & Rustam, 2019).
Penelitian ini bertujuan untuk menelusuri bagaimana para ulama Mandar menyebarkan Islam dengan cara yang tidak konfrontatif. Dengan pendekatan berbasis kearifan lokal, Islam tidak hanya diterima tetapi juga berakulturasi dengan tradisi setempat. Hal ini membentuk karakter Islam Nusantara yang khas, yaitu Islam yang harmonis dengan budaya lokal (Ahmad Baso, 2015).
Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dengan metode observasi, wawancara mendalam, dan diskusi kelompok terarah (FGD). Fokus penelitian ini adalah desa Pambusuang dan Campalagian di Mandar, yang masih mempertahankan sistem pendidikan Islam berbasis pesantren klasik dengan kitab kuning sebagai rujukan utama.
Hasil Penelitian menunjukkan bahwa:
- Islam Masuk dengan Damai Islam diterima dengan baik di Mandar karena para ulama tidak menentang tradisi lokal secara frontal. Sebaliknya, mereka menggunakan budaya lokal sebagai medium dakwah, seperti melalui seni, bahasa, dan adat istiadat setempat.
- Peran Ulama dalam Akulturasi Islam Para ulama seperti Sheikh Abdul Rahim Kamaluddin menggunakan pendekatan sufisme untuk menanamkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan masyarakat. Doa dan wirid yang sebelumnya ditujukan kepada roh nenek moyang kemudian dialihkan menjadi doa kepada Allah (Ruhiyat, n.d.).
- Pendidikan Islam Berbasis Kitab Kuning Pondok pesantren di Mandar masih mempertahankan sistem pembelajaran klasik, seperti Nahwu Sharaf dengan metode pengajaran khas seperti "Nahwu Gantung" yang memanfaatkan media visual untuk mempermudah pemahaman santri.
- Tradisi Maritim dan Islam Masyarakat Mandar yang mayoritas berprofesi sebagai nelayan memiliki ritual tradisional sebelum melaut, yang kemudian diislamkan oleh para ulama dengan mengajarkan doa keselamatan berbasis ajaran Islam.
Keberhasilan Islam di Mandar menunjukkan bahwa dakwah yang berbasis kearifan lokal lebih efektif dibandingkan pendekatan konfrontatif. Dalam konteks ini, teori Foucault tentang kekuasaan relevan untuk menjelaskan bagaimana ulama Mandar menggunakan "soft power" dalam menyebarkan Islam. Mereka tidak memaksakan Islam, tetapi menanamkannya perlahan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat (Foucault, 1980).
Implikasi dari temuan ini sangat penting dalam konteks dakwah modern. Islam yang inklusif dan menghargai budaya lokal lebih mudah diterima dan lebih berkelanjutan dibandingkan dengan Islam yang eksklusif dan kaku. Fenomena ini juga menjadi kritik bagi kelompok-kelompok radikal yang mencoba menyingkirkan budaya lokal dengan alasan "pemurnian" agama.
Studi ini menunjukkan bahwa Islam Nusantara di Mandar adalah contoh nyata bagaimana Islam dapat berkembang tanpa konflik dengan budaya setempat. Metode dakwah berbasis kearifan lokal tidak hanya efektif tetapi juga menciptakan masyarakat yang lebih toleran dan harmonis. Oleh karena itu, pendekatan ini dapat menjadi model dalam strategi dakwah Islam di era modern.
Untuk menjaga harmoni antara Islam dan budaya lokal, para pemuka agama dan akademisi perlu terus mempromosikan pendekatan dakwah yang inklusif. Pendidikan Islam sebaiknya mengajarkan sejarah akulturasi Islam di Nusantara agar generasi muda memahami bahwa Islam bukan hanya tentang hukum dan doktrin, tetapi juga tentang adaptasi dan kebijaksanaan.
Bio Penulis
Hannani dan Muhammad Ismail adalah dosen di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Parepare. Kepakarannya dalam kajian Islam Nusantara menjadikannya aktif dalam kajian moderasi beragama dan interaksi antara Islam dan budaya lokal.
Referensi
- Ahmad Baso. (2015). Islam Nusantara Ijtihad Jenius dan Ijma’ Ulama Indonesia, Jilid I. Pustaka Afid.
- Azra, A. (2013). Jaringan Ulama Timur Tengah. Prenada Media.
- Mubarok, A. A., & Rustam, D. G. (2019). Islam Nusantara: Moderasi Islam di Indonesia. Journal of Islamic Studies and Humanities, 3(2), 153–168.
- Ruhiyat, R. (n.d.). Imam Lapeo Sebagai Pelopor Pembaharuan Islam di Mandar.
- Foucault, M. (1980). Power/Knowledge: Selected Interviews and Other Writings 1972-1977. Pantheon Books.
Islam Nusantara di Mandar: Kearifan Lokal yang Menjaga Harmoni