Skip ke Konten

Kelahiran Sang Kekasih Sejati: Manifestasi Kasih yang Maha Pengasih

Dr. Hj. Nurdalia Bate, Lc., M.H.
16 September 2025 oleh
Kelahiran Sang Kekasih Sejati: Manifestasi Kasih yang Maha Pengasih
Suhartina
| Belum ada komentar

Bulan Rabi‘ al-Awwal kembali tiba. Umat Islam di berbagai belahan dunia menyambutnya dengan suka cita sebagai momen mengenang kelahiran manusia agung, Nabi Muhammad saw.. Beliau bukan hanya teladan umat Islam, tetapi juga rahmat bagi seluruh alam. Maulid Nabi bukan sekadar peringatan sejarah, melainkan kesempatan merenungkan hakikat Nur Muhammad—rahasia azali penciptaan—yang mencapai puncaknya dalam kelahiran beliau di bumi.

Para sufi meyakini bahwa eksistensi Nabi Saw. telah wujud dalam bentuk Nur Muhammad sebelum penciptaan alam semesta. Ibn ‘Arabī menulis dalam al-Insān al-Kāmil: “Fa-inna al-nūra al-Muḥammadī huwa aṣlu jamī‘i al-anwār wa aṣlu al-ḥaqā’iq, wa bihi zhahara al-wujūd” — Sesungguhnya cahaya Muhammad adalah asal segala cahaya dan hakikat, dengannya wujud ini menjadi nyata. Kelahiran jasmani Nabi di Mekah hanyalah puncak dari perjalanan nur azali itu.

Al-Qur’an menegaskan: “Dan tiadalah Kami mengutus engkau (Muhammad), melainkan sebagai rahmat bagi semesta alam” (QS. al-Anbiyâ’: 107). Ayat ini menunjukkan bahwa kelahiran beliau adalah pancaran kasih Allah, rahmat yang mencakup semua makhluk—baik yang beriman maupun yang ingkar, baik yang tampak maupun gaib. Nabi Muhammad Saw. adalah simbol cinta Tuhan bagi seluruh ciptaan-Nya.

Seluruh nabi sejatinya membawa risalah yang bermuara pada Nur Muhammad. Imam al-Būṣīrī dalam Qaṣîdah al-Burdah menyebut Nabi sebagai “matahari kebajikan”, sementara para nabi lainnya bagaikan bintang-bintang yang memantulkan cahaya beliau. Al-Qur’an pun menyinggung perjanjian para nabi dalam QS. Âli ‘Imrân: 81, bahwa mereka wajib beriman dan menolong Rasul terakhir, Muhammad saw.. Al-Ṭabarī dan al-Qurṭubī menegaskan bahwa perjanjian ini khusus untuk beliau, karena dialah penyempurna risalah sebelumnya.Namun, sebelum kelahiran Nabi, dunia terjerumus dalam kegelapan jahiliyah: penyembahan berhala, penindasan perempuan, peperangan, dan hilangnya cahaya spiritual. Allah, dengan kasih-Nya, mengutus Muhammad saw. sebagai jawaban atas kerinduan semesta terhadap keadilan dan kebenaran. Hadis riwayat al-Hakim menyebutkan sabda beliau: “Aku adalah doa Nabi Ibrahim dan kabar gembira Isa. Saat ibuku melahirkanku, keluar cahaya darinya yang menerangi istana-istana Syam.” Cahaya itu adalah simbol kelahiran kosmik yang membawa harapan baru bagi peradaban.

Para ulama kemudian menegaskan pentingnya memperingati maulid. Al-Suyuthi menyebutnya sebagai amal shalih karena wujud syukur atas nikmat terbesar Allah. Ibn Hajar al-‘Asqalani menilai bahwa menyebut kelahiran Nabi dengan ungkapan gembira adalah amal baik yang berpahala. Maulid, dengan demikian, bukan hanya tradisi kultural, melainkan momentum spiritual untuk memperbaharui kesadaran akan rahmat Allah.

Bagi Jalaluddin Rumi, Nabi Muhammad Saw. adalah cermin tempat rahmat Tuhan terpantul: “Jika engkau ingin melihat Tuhan, pandanglah Muhammad.” Pernyataan ini bukan pengkultusan, melainkan pengakuan bahwa dalam diri beliau terkumpul kesempurnaan manusia yang memantulkan cahaya Ilahi. Melalui sunnahnya, kita belajar cinta, kesabaran, dan kasih. Melalui syariatnya, kita dibimbing menuju keadilan sosial dan harmoni kehidupan.

Kelahiran Nabi Muhammad saw. adalah bukti nyata bahwa Allah tidak membiarkan manusia tanpa petunjuk. Beliau adalah hadiah terindah dari Sang Maha Pengasih. Maka, memperingati maulid berarti membuka hati agar disinari kembali nur kasih sayang Allah melalui Sang Kekasih Sejati. Muhammad saw. bukan sekadar tokoh sejarah, melainkan roh yang hidup sepanjang zaman, membimbing siapa saja yang mau mengikuti jalan cintanya. Hanya dengan menapaki jalan itu, manusia akan meraih keselamatan sejati, di dunia hingga akhirat.

di dalam Opini Dosen
Kelahiran Sang Kekasih Sejati: Manifestasi Kasih yang Maha Pengasih
Suhartina 16 September 2025
Share post ini
Label
Arsip
Masuk untuk meninggalkan komentar