Di zaman yang terang oleh cahaya buatan,
kami melihat dunia yang gelap oleh kehilangan arah.
Lampu-lampu menyala tanpa henti,
tapi tak satu pun menuntun jiwa kembali pulang.
Kampus menjulang tinggi,
namun ruhnya kian merunduk.
Para dosen sibuk mengukir angka dalam jurnal bereputasi,
mahasiswa tenggelam dalam tumpukan presentasi dan nilai,
namun…
siapa yang masih menyusun mimpi?
Siapa yang masih mengajarkan keberanian untuk bermakna?
Teknologi melesat seperti panah,
tapi hati tertinggal jauh di belakang.
Kelas-kelas penuh suara,
tapi hampa dari suara hati.
Akreditasi jadi tujuan,
angka kredit jadi arah,
sementara pertanyaan yang lebih dalam justru dilupakan:
berapa jiwa yang hari ini telah kita bangkitkan?
Mahasiswa datang dan pergi,
menandatangani daftar hadir seperti ritual tanpa ruh.
Mereka pintar, cepat, terampil,
tapi banyak yang kehilangan arah.
Penuh data, tapi hampa makna.
Berani tampil di TikTok,
namun ragu bicara di forum kebenaran.
Padahal, sejarah pernah ditulis dari kampus-kampus sederhana,
dari ruang-ruang sempit yang hangat oleh semangat,
bukan oleh pendingin ruangan.
Dulu, mahasiswa belajar untuk membebaskan.
Dosen mengajar untuk menyalakan.
Ilmu lahir dari keikhlasan, bukan kewajiban.
Kini semuanya seperti redup.
Lalu kami pun bertanya:
Apakah kita masih mencetak manusia?
Ataukah hanya memproduksi sarjana?
Kami, Dosen yang Selalu Berharap, Berdoa, dan Berkomitmen…
Kami bukan mesin presentasi.
Kami tak ingin menjadi sosok sempurna,
tapi kami berusaha untuk hadir sepenuhnya.
Kami menatap mahasiswa dengan kasih,
mendengarkan dengan sabar,
dan berbicara bukan hanya lewat slide,
tetapi lewat harapan yang kami bisikkan di sela-sela kalimat.
Kami percaya, pengajaran bukan hanya soal materi,
tetapi tentang kehadiran yang menyentuh,
dan keikhlasan yang menghidupkan.
Kami ingin meneladani guru-guru agung terdahulu—
yang mungkin tak bergelar tinggi,
namun ilmunya mengalir dalam akhlak,
hadir dalam laku,
dan tinggal dalam hati murid-muridnya
lama setelah kelas berakhir.
Wahai Mahasiswa…
Engkau bukan produk sistem,
engkau adalah pengembara zaman.
Jangan takut bermimpi,
walau mimpimu tak trending.
Jangan malu salah,
karena salah adalah jalan pulang bagi kejujuran.
Belajarlah dengan dada yang lapang,
bukan hanya kepala yang penuh.
Tak perlu viral,
asal nyata dan jujur.
Dan cukup kuat untuk kau perjuangkan,
meski dalam diam.
Kampus…
Engkau seharusnya bukan pabrik.
Engkau adalah taman bagi jiwa.
Tempat gagasan tumbuh, bukan sekadar tugas dikumpul.
Tempat manusia disemai, bukan hanya kompetensi diukur.
Kami percaya, sebagaimana Paulo Freire pernah katakan:
“Pendidikan adalah tindakan cinta.”
Dan jika cinta telah hilang,
maka pendidikan hanyalah gerak kosong,
tanpa ruh, tanpa arah.
Dan Kepada Langit…
Ya Allah...
Jadikanlah kami para dosen,
sebagai lilin yang tak pernah lelah menyala,
meski lelah itu sendiri membakar kami diam-diam.
Beri kami mata yang memandang dengan kasih,
dan hati yang sabar dalam menumbuhkan jiwa-jiwa muda.
Ya Rabb...
Beri mahasiswa kami keberanian,
untuk bermimpi di tengah dunia yang terlalu bising untuk mendengar.
Jadikan mereka anak-anak zaman yang bukan hanya pintar,
tetapi juga peka, peduli, dan tangguh menghadapi zaman yang rumit.
Dan jadikanlah kampus kami,
rumah yang menumbuhkan manusia,
bukan hanya menamatkan mereka.
Amin.
Abad 21 Butuh Dosen yang Mengilhami dan Mahasiswa yang Berani Bermimpi